Dalam Islam
terdapat berbagai aliran mazhab. Setiap mazhab memiliki metodologi ijtihad dan
hasil ijtihad masing-masing. Pengikut dalam mazhab tersebut ada yang toleran
terhadap mazhab lain, ada juga yang sangat fanatik. Untuk yang kedua ini
biasanya menjadikan mazhabnya sebagai satu-satunya rujukan dalam berbagai hal.
Ia tidak mau menoleh terhadap mazhab lainnya.
Menurut
Muhammad al-Ghazali, fanatisme mazhab banyak mengandung nilai negatif. Pengikut
mazhab yang hanya berkutat pada mazhabnya sendiri bisa jadi dalam suatu
permasalahan tertentu akan merasa berat, membingungkan, dan bahkan dapat
menimbulkan mudarat. Jika umat ini selalu tidak bersatu , maka “orang lain”
akan memandang bahwa umat Islam adalah umat yang selalu terpecah belah. Dengan
demikian, banyak orang di luar Islam menjadi tertarik dengan Islam.
Suatu
kali, Muhammad al-Ghazali mendengar salah seorang santri bertanya kepada Kiai
penganut fanatik mazhab Syafi’i tentang makanan yang terkena tetesan anggur.
Kiai itu menjawab bahwa makanan tersebut harus dibuang karena sudah tercampur
dengan barang haram. Muhammad al-Ghazali juga pernah mendengar salah seorang
santri bertanya kepada Kiai penganut fanatik mazhab Hambali tentang boleh
tidaknya perkawinan yang berbeda mazhab. Kiai tersebut menjawab bahwa hukum
perkawinan tersebut tidak boleh karena antara keduanya terdapat perbedaan cara
ibadah dan cara berpikir. Perkawinan beda mazhab menurutnya hanya akan
menimbulkan ketidakharmonisan dalam rumah tangga.
Mendengar
berbagai pandangan di atas, Muhammad al-Ghazali merasa terkejut dan heran. Jika
demikian, betapa sulit dan kakunya agama Islam ini. Padahal Rasul sendiri tidak
mempersulit umatnya dalam melakukan ibadah. Kasus di atas hanya sekadar contoh
sederhana yang terjadi dalam masyarakat Islam. Muhammad al-Ghazali masih sering
melihat persoalan lain yang menjadi penyakit umat karena fanatisme mazhab yang
berlebihan.
Menurutnya,
ada dua hal penting yang menyebabkan timbulnya fanatisme mazhab. Pertama,
lemahnya ilmu dan kurangnya wawasan keislaman. Kedua, akibat kebodohan
tersebut, timbul sifat lain yaitu buruk sangka dan penyakit hati lainnya.
Muhammad al-Ghazali pernah melihat kasus lain. Di salah satu masjid di Kairo,
ada seorang laki-laki yang terlambat shalat jamaah. Laki-laki tersebut tidak
memakai peci. Salah seorang dari jamaah shalat memukul kepala laki-laki tadi
sambil mengatakan bahwa kepala adalah aurat dalam shalat. Sikap seperti ini
muncul karena kedangkalan ilmu seorang. Ia melihat orang lain sesuai dengan
keyakinannya. Maka ia akan selalu memandang salah terhadap perilaku orang lain
yang berbeda dengannya. Dalam hatinya sudah tertanam penyakit hati yang jika
dibiarkan dapat merusak tatanan sosial dan menimbulkan keretakan dalam
masyarakat Islam.
Semoga manfaat ^_^
Sumber: http://almuflihun.com/
Unknown