::selection {background:#F70000; color:#48FB0D;}
----------------------------------------------------------------------------------
----------------------------------------------------------------------------------

Mencari sahabat sejati untuk meraih cinta-Nya

      
Dahulu, di tanah Kurdistan, ada seorang raja yang adil dan sholeh. Ia memiliki seorang anaka yang cerdas, tampan, dan pemberani. Saat2 yang menyenangkan bagi sang raja adalah ketika ia mengajari anaknya membaca Al Qur’an, lalu menceritakan kisah2 kepahlawanan para panglima dan tentaranya di medan pertempuran.
Anak raja itu bernama Said. Said sangat gembira mendengar penuturan kisah ayahnya. Said akan merasa jengkel apabila ditengah2 mndengarkan ayahnya bercerita, tiba2 ada orang yang memutuskannya. Terkadang, ketika asyik mendengarkan cerita ayahnya, tiba2 pengawal masuk untuk memberitahukan jika ada tamu penting yang harus ditemui. Sang raja tahu apa yang dirasakan anaknya. Maka, ia memberi nasehat kepada anaknya,
“Said, sudah saatnya kau mencari teman sejati yang setia dalam suka maupun duka. Teman yang baik membantumu untuk menjadi orang yang baik, teman sejati yang bisa kau ajak bercinta untuk meraih syurgaNya.’’. 
“Apa maksud ayah dengan teman yang bisa diajak bercinta untuk meraih syurgaNya?” Tanya Said.  
“Ia adalah teman sejati yang benar2 mau berteman denganmu bukan karena derajatmu, tapi karena kemurnian cintanya yang tercipta dari keikhlasan hati. Dia mencintaimu karena Allah. Dan dengan dasar itu, kau pun bisa mencintainya dengan penuh keikhlasan karena Allah. Kekuatan cinta kalian akan melahirkan kekuatan dahsyat yang membawa manfaat dan kebaikan. Kekuatan cinta itu juga akan bersinar dan membawa kalian masuk syurga.” 
“Bagaimana caranya mencari teman seperti itu, ayah?” 
Ayahnya menjawab, “Kamu harus menguji orang yang hendak kau jadikan teman. Ada satu cara menarik untuk menguji mereka. Undanglah siapa yang kau anggap cocok menjadi temanmu untuk makan pagi disini, disrumah kita. Jika sudah sampai disini, ulurlah waktu penyajian makanannya. Lihatlah apa yang kemudian mereka perbuat. Saat itu, rebuslah 3 telur untuknya, lalu lihat apa yang mereka perbuat! Itu cara mudah bagimu, syukur jika kau bisa mengetahui perilakunya lebih dari itu.”
        Said bergembira mendengar nasehat tersebut. Ia pun mempraktekkan cara mencari teman sejati yang cukup aneh itu. Mula2, ia mengundang anak2 pembesar kerajaan satu per satu. Sebagian besar mereka marah2 karena hidangannya tidak keluar2. Bahkan, ada yang pulang tanpa pamit dengan hati kesal, ada yang memukul-mukul meja, dan ada yang melontarkan kata2 tidak terpuji, memaki2 karena makanannya lama sekali keluarnya.
        Diantara teman anak raja itu, ada yang bernama Adil, anak seorang menteri. Said melihat spertinya Adil anak yang baik hati dan setia. Maka, ia ingin mengujinya. Diundanglah Adil untuk makan pagi. Adil memang lebih sabar disbanding anak2 sebelumnya. Ia menunggu keluarnya hidangan dengan setia. Setelah dirasa cukup, Said mengeluarkan sebuah piring berisi tiga telur rebus. Melihat itu, Adil berkata 
“Hanya ini sarapan kita? Ini tidak cukup mengisi perutku!” 
Adil tidak mau menyentuh telur itu. Ia pergi begitu saja meninggalkan Said sendirian. Said diam saja, ia tidak perlu meminta maaf kepada Adil karena meremehkan makanan yang telah dia rebus dengan kedua tangannya. Ia mengerti bahwa Adil tidaka lapang dada dan tidak cocok untuk menjadi teman sejati.
      Hari brikutnya, ia mengundang anak seorang saudagar terkaya. Tentu saja, anak saudagar itu sangat senang mendapat undangan makan pagi dari anak raja. Malam harinya, sengaja ia tidak makan agar paginya bisa makan banyak. Iamembayangkan makanan anak raja pasti enak dan lezat.
       Pagi2 sekali anak saudagar kaya itu telah datang menemui Said. Seperti anak2 sebelumnya, ia harus menunggu lama sampai makanan keluar. Akhirnya, keluarlah piring denan tiga telur rebus.
“Ini makanannya, saya kedalam dulu mengambil air minum.” Kata Said meletakkan piring diatas meja, lalu ia masuk kedalam. Tanpa menunggu lagi, anak saudagar itu langsung melahap satu per satu telur itu. Tak lama kmudian, Said keluar membawa dua gelas air putih. Ia melihat kemeja, ternyata tiga telur itu telah lenyap. Ia kaget. 
“Mana telurnya?” 
“Telah aku makan.” 
“Semuanya?”
“Ya, habis aku lapar sekali.”
        Melihat hal itu, Said langsung tahu bahwa anak saudagar itu juga tidak bisa dijadikan teman setia. Ia tidak bisa merasakan suka dan duka bersama karena Said juga belum makan apa2. Said merasa jengkel dengan anak2 disekitar istana. Mereka semua mementingkan diri sendiri. Tidak setia kawan. Mereka tidak pantas dijadikan sebagai teman sejatinya. 
     Akhirnya, ia meminta izin kepada ayahnya untuk pergi mencari teman sejati. Mulailah Said berpetualang melewati  hutan, ladang, sawah, dan kampung2 untuk mencari teman yang baik. Sampai akhirnya, disuatu hari yang cerah, ia bertemu dengan anak seorang pencari kayu yang berpakaian sederhana. Anak itu memanggul kayu bakar. Said mengikutinya diam2 sampai anak itu tiba digubuknya. Rumah dan pakaian anak itu menunjukkan bahwa ia sangat miskin. Namun, wajah dan sinar matanya memancarkan tanda kecerdasan dan kebaikan hatinya. Anak itu mengambil air wudhu, lalu sholat dua rakaat. Said memperhatikannya dari balik rumpun pepohonan. Malihat dia telah selesai sholatnya, Said datang dan menyapanya.
“Kawan, kenalkan namaku Said. Kalau boleh tahu, namamu siapa dan kau tadi sholat apa?”
“Namaku Abdullah. Tadi itu sholat dhuha.”
Lalu, Said meminta anak itu agar bersedia bermain-main dengannya dan menjadi temannya. Namun, Abdullah menjawab, 
“Kukira kita tidak cocok menjadi teman. Kau anak orang kaya, malah mungkin anak bangsawan. Sementara, aku anak miskin, anak seorang pencari kayu bakar.”
Said menjawab, 
“ Tidak baik kau berkata begitu. Kenapa kau membeda-bedakan orang? Semua adalah hamba Allah. Semuanya sama, hanya orang takwa yang membuat orang mulia disisi Allah. Apa aku kelihatan seperti anak yang jahat sehingga kau tidak mahu berteman denganku. Kenapa kita tidak coba beberapa waktu dulu? Kau nanti bisa menilai aku cocok atau tidak menjadi temanmu.”
“Baiklah kalau begitu, kita berteman dengan syarat hak dan kewajiban kita sama sebagai teman yang seiya sekata.”
      Said menyepakati syarat anak pencari kayu itu. Sejak hari itu mereka bermain bersama, pergi kehutan bersama, memancing bersama, dan berburu kelinci bersama. Anak tukang kayu itu mengajarinya berenang disungai dan mengajarinya memanjat pohon di hutan. Said gembira sekali berteman dengan anak yang cerdas, rendah hati, lapang dada, dan setia. Akhirnya, ia kembali ke istana dengan hati gembira.
       Syahdan, suatu hari anak miskin itu diundang ke istana. Di istana, ia disodori tiga butir telur sebagai ujian, sebagaimana dilakukan terhadap kawan-kawannya yang lain. Said mempersilahkan temannya itu untuk memulai makannya. Anak pencari kayu itu mengambil satu, lalu mengupas kulitnya pelan2. Sementara, Said mengupas dengan cepat dan menyantapnya. Dengan sengaja Said mengambil yang ketiganya, mengupasnya dengan cepat, dan melahapnya. Temannya telah selesai mengupas telur yang ada ditangannya. Said ingin melihat apa yang akan ia lakukan dengannya.
        Anak miskin itu mengambil pisau yang ada didekatnya, lalu membelah telur menjadi dua, yang satu ia pegang dan yang satunya lagi ia berikan kepada Said. Tak ayal lagi, Said menangis terharu. Said lalu memeluk anak pencari kayu bakar itu erat2 seraya berkata, 
“engkau teman sejatiku! Engkau teman sejatiku! Engkau temanku masuk syurga!”
        Sejak saat itu, keduanya berteman dan bersahabat dengan sangat akrabnya. Persahabatan mereka melebihi saudara kandung. Mereka saling mencintai dan menghormati karena Allah. Karena kekuatan cinta itu, mereka bahkan sempat bertahun-tahun mengembara bersama untuk belajar dan berguru kepada para ulama yang tersebar di Turki, Syiria, Irak, Mesir, dan Yaman.
       Setelah berganti-ganti bulan dan tahun, keduanya akhirnya tumbuh dewasa. Raja yang adil, ayah Said meninggal dunia. Akhirnya, Said diangkat menjadi raja untuk menggantikan ayahnya. Menteri yang pertama kali ia pilih adalah Abdullah, anak pencari kayu bakar itu. Abdullah pun benar2 menjadi teman seperjuangan dan penasehat raja yang tiada duanya. Meskipun telah menjadi raja dan menteri, keduanya masih sering melakukan sholat tahjjud bersama dan membaca Al Qur’an bersama. Kecerdasan dan kematangan jiwa keduanya mampu membawa kerajaan itu makmur dan jaya. Itulah kedahsyatan teman sejati, teman yang mampu mengajak kita mencintai secara tulus kepadaNya. Tak dapat disangkal lagi bahwa dalam mengarungi bahtera kehidupan sanagt diperlukan sahabat yang dapat kita jadikan sebagai teman dalam meraih cintaNya. Sahabat sejati yang dapat menunjukkan jalan kebenaran. Sahabat sejati yang dapat menasehati kita untuk menuju ke dalam kebaikan. 

(kutipan buku “ya Allah, sungguh saya tak pantas di syurga, tapi juga tak kuat di neraka”, karangan : Badiatul Roziqin)
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori dengan judul Mencari sahabat sejati untuk meraih cinta-Nya. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL https://darawk.blogspot.com/2013/06/mencari-sahabat-sejati-untuk-meraih.html. Terima kasih!
Ditulis oleh: Unknown - Thursday, June 27, 2013

Belum ada komentar untuk "Mencari sahabat sejati untuk meraih cinta-Nya"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.