Menyebut
nama Umar bin al-Khattab, nalar kita begitu reflek membayangkan sosok pemimpin
yang tegas, adil, dan karismatik.
Perawakan Umar yang tinggi
besar dan bersuara lantang menjadikan figurnya seperti pemimpin ideal dalam
kisah-kisah dongeng.
Umar
adalah seorang pemimpin yang adil. Dia juga tegas. Dan dia berhasil memakmurkan
rakyatnya.
Muawiyah bin Hudaij
radhiallahu ‘anhu datang menemui Umar setelah penaklukkan Iskandariyah. Lalu ia
menderumkan hewan tunggangannya.
Umar keluar dari rumahnya
dan berkata, “Wahai Muawiyah, apa yang engkau katakan tadi ketika engkau mampir
di masjid?” tanya Umar.
“Aku
katakan bahwa Amirul Mukminin sedang tidur siang,” jawab Muawiyah.
Umar pun
berujar, "Alangkah jeleknya apa yang engkau sangkakan."
"Kalau
aku tidur di siang hari, aku menelantarkan rakyatku. Jika tidur malam, aku
menyia-nyiakan diriku (tidak shalat malam)", tegasnya.
"Lalu, bagaimana aku
bisa tertidur pada dua keadaan ini wahai Muawiyah?” tambah Umar dengan raut
wajah sedih.
Muawiyah bin Hudaij
bermaksud kasihan kepada Umar. Ia ingin pemimpinnya tersebut beristirahat
setelah melakukan perjalanan yg sangat jauh.
Rakyat pun akan memaklumi
keadaan itu dan juga kasihan kepada pemimpinnya, sehingga mereka rela jika Umar
beristirahat.
Tetapi Umar sendiri
khawatir jika tidur menjadi hal yang menghalangi rakyatnya untuk mengadukan
keinginan mereka kepada dirinya.
Umar
berkata, “Jika ada seekor Unta mati karena tidak terurus, aku takut Allah
memintai pertangungjawaban kepadaku akan hal itu."
Siang-malam
beliau pantau rakyatnya. Hal itu ia lakukan karena Umar bin Khattab benar-benar
sadar bahwa kepemimpinan itu adalah melayani.
Bagi Umar, kepemimpinan
bukanlah pijakan untuk menaikkan status sosial atau menumpuk harta yang akan
menghasilkan kehinaan di akhirat.
Umar pun
"blusukan" dengan ketulusan hati. Ia duduk bersama rakyatnya,
mengintipi keadaan mereka dan menanyai hajat kebutuhannya.
Umar
duduk bersama yang kecil atau yang besar, yang kaya atau yang miskin. Ia tidak
pernah memberikan sekat kepada mereka semua.
Abdullah
bin Abbas radhiallahu ‘anhuma mengatakan, setiap kali shalat, Umar senantiasa
duduk bersama rakyatnya.
Ia terbiasa
duduk sehabis shalat subuh hingga matahari meninggi, melihat keperluan
rakyatnya. Setelah itu baru ia kembali ke rumah.
Namun,
ada sebagian rakyat yang enggan mengadukan permasalahannya karena tercekat
keseganan dengan kewibawaan Umar.
Dan
majulah Abdurrahman bin Auf radhiyallahu 'anhu, Sahabat yang paling berani
untuk membuka pembicaraan menyampaikan hal ini kepada Umar.
Abdurrahman
pun menemui Umar, "Amirul Mukminin, bersikap lemah lembutlah, karena ada
yang ingin menyampaikan kebutuhannya, namun segan."
Umar
radhiyallahu 'anhu menanggapi dengan raut sedih.. "Wahai Abdurrahman, demi
Allah, aku telah bersikap lemah lembut terhadap mereka .. sampai aku takut kepada Allah kalau berlebihan. Aku juga bersikap tegas, sampai
aku takut kepada Allah berlebihan dalam ketegasan. ~ Lalu
bagaimana jalan keluarnya, Abdurrahman?" tanya Umar.
Abdurrahman menangis.
Ia berkata, "Lancang sekali mereka.. lancang sekali.."
Sebagai
khalifah, Umar bertanggungjawab atas seluruh rakyatnya. Mereka yg tinggal jauh
spt di Irak, Syam, dll pun masuk dlm perhatiannya.
Umar
mengirim para utusannya untuk menanyakan keadaan mereka, lalu memenuhi segala
kebutuhan rakyat yang ia cintai tersebut..
Umar
juga sering mengadakan kunjungan langsung. Melihat sendiri keadaan rakyat di
bawah kepengurusan kekhalifahannya.
Itulah
Umar bin Khattab, seorang pemimpin yg memerankan kepemimpinan dalam arti
sebenarnya. Memberikan teladan dalam perkataan & perbuatan.
Patut
kita sadari, pemimpin adalah kader rakyatnya. Dan Umar adalah kader dari
masyarakatnya.
Masyarakat
yang baik akan melahirkan kader yang baik, sehingga kader-kader yang baik tsb
akan menunjuk pemimpin yg terbaik untuk mereka.
Semoga,
akhlak mulia Umar & para Sahabat bersinergi dlm membangun negeri dapat kita
teladani. :)
By: